18 April 2014, 5 bulan berlalu sejak aku menulis artikel ini. Dan tepat 5 bulan sudah aku mengenang perjalanan dramatis ke Singapura. Negara kecil namun penuh keajaiban yang dimiliki Asia Tenggara.
Kala itu, aku dan ketiga orang temanku dengan tekad kuat dan penuh kenekatan kami berangkat ke Singapura. Itulah langkah awal kami membuka jendela dunia. Singapura adalah negara pertama selain Indonesia yang aku kagumi. Meski kecil namun negara ini mampu membuat penduduknya sejahtera. Karena tak heran Singapura jauh lebih baik dari Indonesia karena mata uang Dollar Singapura (SGD) jauh lebih tinggi daripada Rupiah Indonesia (IDR).
Banyak kekaguman yang aku rindukan dari negara ini. Mulai dari tata kota, transportasi, gaya hidup, kenyamanan, kebersihan, keamanan, dan yang paling terpenting aku merindukan ikon - ikon wisata tersohor yang dimilikinya. Meski ada satu hal yang paling disayangkan sewaktu kami berada di Singapura. Disana "Nasi" menjadi sebuah barang langka.
Mungkin mayoritas penduduk Singapura tidak mengkonsumsi nasi jadi wajar saja nasi menjadi barang langka dan kelewat mahal disana.
Selain Singapura aku dan ketiga temanku juga menyempatkan diri berkunjung ke negara tempat Menara Petronas berdiri. Ya, Malaysia. Negara saingan Indonesia dalam berbagai hal.
Kami menempuh perjalanan darat dari Singapura ke Malaysia via Johor Baru. Kebayangkan bagaimana situasi kami selama melewati beberapa kantor imigrasi secara jalur darat.
Kami harus rela berdesak-desakan dengan ribuan orang yang kebanyakan imigran gembel alias wisatawan dengan biaya minim demi mencapai Malaysia.
Untuk cerita selanjutnya akan aku kupas di postingan Malaysia, Sentosa Island, Merlion Park, Haw Par Villa.
Sampai jumpa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar